Tuesday, June 25, 2013

IUD Post Plasenta


 Evidence-based IUD Practice:
Family Physicians and ObstetricianGynecologists
Cynthia C. Harper, PhD; Jillian T. Henderson, PhD, MPH; Tina R. Raine, MD, MPH; Suzan Goodman, MD, MPH; Philip D. Darney, MD, MSc; Kirsten M. Thompson, MPH; Christine Dehlendorf, MD, MAS; J. Joseph Speidel, MD, MPH

Background and objectives :
Dokter keluarga dan dokter obstetri dan ginekologi menyediakan banyak pelayanan kontrasepsi di Amerika Serikat dan memiliki tujuan bersama dalam mencegah kehamilan yang tidak diinginkan antara pasien. Kami menilai kompetensi mereka untuk menawarkan kontrasepsi wanita tingkat keberhasilan teingkat tinggi.

Methode :
            Kami mendapatkan survey dari dokter keluarga dan obstertri ginekologi (n=1,129). Kami mengukur konseling dan penyediaan praktek kontrasepsi intrauterine (IUD) dan menggunakan analisis regresi multivariabel untuk mengevaluasi pentingnya pengetahuan berbasis bukti untuk pelayanan kontrasepsi.

Hasil :
Dokter keluarga  melaporkan bahwa kontrasepsi pasien per minggu daripada dokter obstertri ginekologi dan melaporkan kurangnya waktu yang cukup untuk konseling. Sementara 95% dari dokter keluarga diyakini pasien menerima pembelajaran mengenai kontrasepsi intrauterine, setengahnya kurang menerima konseling atau metode tersebut. Sebagian dari mereka dilatih agar kompetensi dalam  menawarkan kontrasepsi intrauterin, sementara hampir semua dokter obstetric dan ginekologi mendapatkan itu.
Kedua dokter keluarga dan dokter obstetri dan ginekologi yang
tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang perempuan yang akan
menjadi
kandidat yang baik untuk
kontrasepsi intrauterin diukur oleh
“centers for disease control dan prevention medical elinglbility for contraception”. Dan akibatnya tidak menawarkan berbagai metode untuk pasien yang memenuhi syarat.

KESIMPULAN:
Sebagian besar dokter keluarga menyediakan pemberian kontrasepsi
tidak menawarkan metode dengan efektivitas top-tier,
meskipun mereka melaporkan dalam memperbarui keterampilan kontrasepsi melalui pelatihan. Dokter kandungan-ginekolog memiliki keterampilan teknis untuk melakukan kontrasepsi intrauterine tapi masih diperlukan pendidikan pasien untuk seleksi. Lebih banyak kesempatan untuk pelatihan bagi dokter keluarga, dan kelengkapan pendidikan  yang memenuhi syarat untuk metode  calon dokter kandungan-ginekolog, dapat meningkatkan akses kontrasepsi intrauterine bagi perempuan yang mencari pelayanan kontrasepsi.
(Fam Med 2012;. 44 (9) :637-45)

ANALISIS
1.      Populasi yang digunakakn yakni survey dokter keluarga dan dokter obstetric ginekologi pada tahun 2008,2009 .
2.      Sampel probabilitas bertingkat 600 dokter keluarga dan 600 kebidanan- ginekolog ditarik, menggunakan nomor acak generator.
3.      Tujuan kami adalah untuk ukuran sampel minimal 500 memenuhi syarat responden untuk mencapai populasi.
4.       Instrumen survei dikembangkan melalui formatif kualitatif wawancara dengan dokter dan item divalidasi dari penelitian sebelumnya. item Survey tertutup karakteristik dokter, profesional pelatihan, faktor praktek, pasien populasi, dan perawatan kontrasepsi. menggunakan point skala Likert (tidak pernah, kadang-kadang, Biasanya, selalu).

5.      Dokter keluarga garis depan dalam penyediaan dapan perawatan dalam konseliang contraception. Biaya saat ini penghalang untuk IUD, meskipun Perlindungan Pasien dan Terjangkau Perawatan data nasional diidentifikasi umum area untuk pendidikan dan pelatihan antara dokter keluarga dan dokter kandungan- ginekolog, serta kebutuhan khusus-spesifik tertentu. Hasil disorot berbasis bukti pemilihan pasien sebagai pendidikan butuhkan untuk semua dokter. Penggunaan IUD masih terkonsentrasi di antara wanita yang menikah pada usia 32- 33 Kurang dari setengah dari dokter dianggap nulipara perempuan, remaja, atau sejarah. PID sebagai calon IUD, bertentangan untuk kelayakan medis criteria.24 Dokter juga sebagian besar tidak menyadari praktek pasca-aborsi dan postpartum IUD insersi.
Komponen pendidikan bagi dokter keluarga dan dokter kandungan-kandungan difokuskan pada berbagai wanita yang berhak untuk menggunakan IUDsecara signifikan dapat meningkatkan akses ke penggunaan metode, Pendidikan tentang metode indikasi diperbarui juga dibutuhkan bagi dokter keluarga. Studi kami menunjukkan bahwa untuk kondisi umum, seperti obesitas, dokter keluarga yang tidak perlu ketat tentang penggunaan IUD. Ini sangat penting untuk kondisi yang mungkin kontraindikasi untuk pil hormon gabungan, termasuk diabetes, hipertensi, dan merokok.. Konseling sangat penting diberikan kesadaran Metode rendah; wanita percaya penyedia mereka untuk mendapatkan informasi kontrasepsi.
Penelitian ini menunjukkan peningkatan tentang pelatihan untuk memajukan dokter keluarga dengan  keterampilan pemasagan dan pengetahuan berbasis bukti perangkat yang tersedia. Hasil penelitian kami menunjukkan lebih dokter muda lebih sering melakukan konseling. Daripada dokter praktek. dokter praktek, lebih melakukan pendidikan medis sehingga dapat  membantu membangun dan memelihara keterampilan dan pengetahuan diperbarui. Di antara dokter kandungan-kandungan, pelatihan diperlukan di daerah tertentu, seperti pasca-melahirkan atau  pasca-aborsi.
Kesimpulan Keluarga dokter melihat IUD sebagai kurang dimanfaatkan antara pasien .penyediaan kontrasepsi dengan efektivitas tinggi untuk kehamilan yang tidak di inginkan. Hasil Studi Di masa depan, akan ada kebutuhan yang lebih besar bagi penyedia perawatan primer untuk menawarkan perempuan perawatan kontrasepsi. Untuk melakukannya, bukti ilmiah saat ini harus diterjemahkan ke dalam praktek klinis melalui tangan-pelatihan
6.      Secara hierarcy of evidence sudah cukup baguz
7.      Jumalah populasi sudah cukup mewakili dan bisa di generalisasikan karena sampel sudah di acak dan d ujia analisis suadah sesuai.


Intrauterine device insertion during the postpartum period: a systematic review
Nathalie Kappa,, Kathryn M. Curtisb a Department of Reproductive Health and Research, World Health Organization, CH-1211 Geneva 27, Switzerland
bDivision of Reproductive Health, Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, GA 30341, USA Received 17 March 2009; revised 24 March 2009; accepted 26 March 2009

Latar Belakang:
Pemasangan alat kontrasepsi intrauteri (IUD) pada waktu yang berbeda atau dengan rute yang berbeda selama periode postpartum dapat meningkatkan
risiko komplikasi.

Metode
Kami mencari Medline, Lili dan database Cochrane Collaboration untuk artikel dalam bahasa apapun, antara awal basis data sampai
Desember 2008, yang membandingkan hasil dari IUD interval waktu
pemasangan pada postpartum. Istilah pencarian termasuk postpartum, masa nifas,
pengiriman pascabedah, operasi caesar, IUD (s), AKDR (s), alat kontrasepsi (s) dan pe
masangan.

Hasil
Dari 297 artikel, kami mengidentifikasi 15 untuk dimasukkan dalam review ini: semua studi meneliti dampak dari tembaga IUD pemasangan dalam periode waktu postpartum dibandingkan dengan interval waktu lain atau dibandingkan rute (vagina atau melalui histerotomi) pemasangan postpartum.
Tidak ada studi levonorgestrel IUD diidentifikasi.
Segera pemasangan AKDR (dalam 10 menit dari
plasenta lahir) adalah aman bila dibandingkan dengan periode waktu postpartum kemudian dan selang
pemasanagan. Segera setelah postpartum pemasangan AKDR menunjukkan tingkat pengeluaran  lebih rendah bila dibandingkan dengan tertunda pemasanagan selama postpartum dengan tingkat lebih tinggi dari jarak pemasanagn. Pemasanagan Segera setelah kelahiran sesar menunjukkan tingkat pelepasa yang rendah daripada langsung pemasangan setelah kelahiran normal

Kesimpulan
Miskin bukti berkualitas adil dari 15 artikel menunjukkan tidak ada peningkatan risiko komplikasi antara wanita yang memiliki IUD dimasukkan selama periode postpartum, namun beberapa kenaikan tarif pengusiran terjadi dengan pemasangan tertunda postpartum bila dibandingkan pemasanagan segera dan dengan pemasanagan langsung bila dibandingkan dengan pemasanagan dengan jarak. Penempatan Postplacental selama persalinan sesar berkaitan dengan tingkat pengusiran rendah daripada postplacental setelah kelahiran pervagina, tanpa peningkatan angka komplikasi pasca operasi.

Analisis :
1.      Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah review dari penelitian penelitian sebeumnya.
2.      Secara hierarchy of evidence termasuk bagus dalm kategori 2A yakni systematic review of cohort studie
3.      Kelemahan dari penelitian penlitian ini adalah  konsisten dalam hubungan antara waktu pemasangan AKDR dan tingkat pemasanagan masing. Banyak penelitian diidentifikasi bahwa faktor lain yang berhubungan dengan risiko pemasangan, seperti usia, paritas, jenis operator dan pengalaman provider, tidak di teliti namun, hanya satu penelitian berhasil disesuaikan dengan usia dan paritas [dan hanya satu studi menunjukkan tingkat yang lebih rendah untuk pengusiran primipara bila dibandingkan dengan multipara
4.      Keterbatasan penelitian ini juga mencakup angka yang relatif kecil untuk perbandingandari masing-masing variabel pemasanagn, waktu, jenis pemasangan ,dan rute pemasangan  serta jenis IUD
5.      Selama periode waktu melahirkan, perempuan sering sangat termotivasi untuk memulai penggunaan kontrasepsi. Intrauterine perangkat (IUD) pemasanagan  selama periode waktu yang ideal metode untuk beberapa wanita, karena tidak mengganggu menyusui, nyaman baik untuk perempuan dan kesehatan mereka penyedia layanan, terkait dengan kurang nyaman dan lebih sedikit efek samping efek samping dan memungkinkan perempuan untuk aman, long-acting, kontrasepsi sangat efektif
6.      Postpartum pemasangan AKDR, bagaimanapun, dapat meningkatkan risiko kejadian buruk yang mempengaruhi keselamatan (misalnya, perforasi, nyeri, pendarahan) serta efektivitas.
7.      Apakah postpartum pemasangan AKDR meningkatkan risiko perforasi telah menjadi perhatian khusus bagi peneliti dan dokter. Kekhawatiran tentang efek lokal levonorgestrel IUD pada involusi uterus dan tentang risiko teoritis kontrasepsi
8.      Apakah ada bukti bahwa pemasanagn IUD dalam waktu 48 jam setelah melahirkan berada pada resiko komplikasi, seperti perforasi, infeksi, rasa sakit dan pendarahan, atau pemasangan IUD pada wnaita yang memiliki
Interval
pemasanagan IUD kemudian di periode postpartum.
9.      Dari review hasil penelitian di  temukan  perbedaan tingkat pemasangan denagn interval dari pemasanagan IUD, langsung postplacental pemasanagan IUD (kurang dari 10 menit setelah melahirkan plasenta) tampaknya memiliki risiko lebih rendah untuk pemasangan segera bila dibandingkan dengan interval / jarak waktu postpartum, tetapi risiko tetap lebih tinggi jika pemasangan dengan interval.
10.  Idealnya pemasangan  post-partum harus dilakukan dalam waktu 10 menit dari pengeluaran  plasenta (aplikasi pasca-plasenta) atau paling lambat sampai 48 jam kelahiran plasenta . faktor Risiko lebih tinggi jika dimasukkan setelah 48 jam dari kelahiran plasenta.
11.  Untuk IUD yang di gunakan bisa dari yang temabga kecuai IUD levanogestrol yang berpengaruh nanti untuk ibu ibu yang mempuanyai rencana untuk menyusui.



GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVISE POST PLASENTA
Mariza Ulfah dan Rizka Fatmawati  Akbid PKU Muhammadiyah Surakarta
Jl. Tulang Bawang Selatan No 26 Tegalsari RT 06 RW III Kadipiro Banjarsari Surakarta


Latar belakang Salah satu program untuk menurunkan AKI dan menekan angka pertumbuhan penduduk yaitu melalui program Keluarga Berencana (KB). Berbagai usaha di bidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok pembangunan keluarga sejahtera telah dilakukan baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat sendiri. Salah satunya dengan mensosialisasikan metode kontrasepsi terkini yaitu IUD Post plasenta oleh BKKBN. Metode IUD Post plasenta mempunyai keuntungan tersendiri, selain pemasangan lebih efektif karena dilakukan setelah plasenta lahir serta sekaligus mengurangi angka kesakitan ibu.
Tujuan untuk mengetahui Pengetahuan Ibu Hamil tentang kontrasepsi IUD Post plasenta di Desa Pengging Banyudono Boyolali.
Metode penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pada penelitian ini menggunakan variabel tunggal dengan jumlah sampel 30 ibu akseptor KB IUD post plasenta.
Waktu penelitian telah dilaksanakan bulan 1 Juni 2012 sampai 27 Juni 2007 untuk mendapatkan data tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kontrasepsi intra uterin device post plasenta . Analisis data secara deskriptif terhadap variabel tingkat pengetahuan kontrasepsi IUD post plasenta yang diteliti.
Kesimpulan tingkat pengetahuan pemasangan IUD kategori cukup ada 15 ibu hamil (50 %), baik ada 9 ibu hamil (30 %) dan kurang ada 6 ibu hamil (20 %).
Kata Kunci : Tingkat pengetahuan, kontrasepsi IUD post placenta

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini berupa penelitian deskriptif, Populasinya seluruh ibu hamil di desa Pengging Banyudono Boyolali berjumlah 30 orang, menggunakan teknik total sampling. Instrumen berupa kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi KB IUD post plasenta yang terdiri atas pengertian KB IUD post plasenta, jenis-jenis KB, cara pemasangan, kelebihan dan kelemahan, serta indikasi dan kontraindikasi. dari ibu hamil yang pernah melahirkan. Skala pengukuran pengetahuan pemasangan KB IUD post plasenta menggunakan skala Guttman. Uji validitas dan reliabilitas kuisenior pengetahuan dilakukan di Puskesmas Teras, Boyolali dengan mengambil 20 responden ibu hamil


ANALISIS:
1.    Dari hasi analisi bahwa jumlah responden yang di gunakan cukup sedikit sekitar 30 orang
2.    teknik yang di gunakan adalah total sampling, sehingga dari hasil penilitian hanya bisa digunakan untuk tempat itu saja.
3.    Teknik penellitian yakni crossectional secara hierarcy of evidence masih tergolong 3b.
4.    Dari hasil penelitian bisa di simpulkan bahwa dengan pegetahuan yang cukup maka akan meningkatkan minat ibu untuk melakukan pemasanagna IUD postplasenta.



KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dalam beberapa junal tersebut bahwasannya untuk para dokter keluarga juga harus selalu memberikan konseling dan ketrampilan dalam pemasanan IUD karena beberapa Negara mayoritas mereka lebih sering kontak dengan dokter keluarga.
Sehingga wanita secara woman center care bisa terpenuhi hak haknya untuk di perhatikan salahs atunya dengan pemilihan alat kontrasepsi efektifitas tinggi untuk mengatur jarak kehamilan dan menghindari kehamilan yang tidak di inginkan. Selain itu wanita juga mendapatkan inform consen dan inform choice dimana mereka bisa menentukan pilihan mana yang terbaik yang bisa digunakan.
Dari jurnal yang kedua mendukung untuk jurnal pertama tentang penggunaan alat kontrasepsi bahwa penggunaaan kontrasepsi bisa di gunakakan setelah kelahiran atau yang di namakan IUD post plasenta. Resiko untuk efek sampingnya lebih besar jika pemasangannya selama post partum dan IUD post plasenta merupakan alt kontrasepsi yang sangat aman untuk ibu menyusui. Karena jika penggunaaan IUD selama post partum akan meningkatkan derajat nyeri, infeksi dan perforasi meskipun tingkat kejadiannya itu kecil.
Sehingga dari junal yang ketiga untuk masyarakat di Indonesia mulai di sosialisasikan mengenai pemasangan IUD poostplasenta. Dengan megkaji pengetahuan ibu tenatnag IUD post plasenta dan dari sebagian ibu tersebut memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pemasangan IUD post Plasenta

FAKTA
Untuk pelaksanaan IUD post plasenta sudah terlaksana, tetapi tidak semua tempat mensosialisasikan tentang pemasangan IUD post plasenta. Dan masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai IUU post plasenta.
 Tapi ternyatasalah satu rumah sakit mendapatkan gelar  Juara I Nasional Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Award 2012, untuk kategori Hospital Planning Project. Prestasi ini bukan tanpa usaha, sebab diraih lewat komitmen RSUD Ngudi Waluyo dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar dalam melaksanakan Program Keluarga Berencana (KB). Terlebih dalam penanganan KB pasca persalinan, khususnya dengan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) IUD, memang dipresentasikan dalam makalah berjudul “Peran RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dalam Meningkatkan Cakupan Peserta KB IUD melalui Program Pelayanan IUD Pascaplasenta”. RSUD Ngudi Waluyo memang mengutamakan pelayanan IUD Post Placenta bagi para ibu yang menjalani proses persalinan di rumah sakit tersebut. IUD Post Placenta sendiri mempunyai keuntungan tersendiri, selain lebih efektif karena dilakukan dalam waktu 10 menit setelah keluarnya placenta. Selain itu metode ini juga praktis dan dapat mengurangi kesakitan yang dialami para ibu karena dipasang sekaligus persalinan setelah persalinan.