BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Gizi (nutrition) Istilah gizi
berasal dari bahasa Arab “Al gizza”, yang berarti makanan yang
bermanfaat
atau sari makanan (zat makanan). Proses dari
organisme (manusia) dalam menggunakan bahan makanan melalui
proses
pencernaan, penyerapan, penyimpanan metabolisme dan pembuangan
untuk
pemeliharaan hidup, pertumbuhan, funfsi organ tubuh dan produksi energy
(Habicat,
1979 dalam Rekrodikusumo, dkk, 1989)
Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus
periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini memperoleh
asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal, sebaliknya pada masa ini
tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya maka periode emas berubah
menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembangnya, (Depkes RI,
2006).
Masalah perbaikan gizi memang berhubungan atau
berkaitan dengan banyak hal, salah satunya adalah persoalan pola makan yang
baik. Namun setiap nrgara di dunia ini, masyarakat pada dasarnya memiliki atau
menganut pola makan yang berbeda-beda (beraneka ragam) ini di pengaruhi oleh
beberapa faktor. Perubahan pola kebiasaan makan juga mendorong bertambahnya
masukan zat gizi terutama energi. (Moehji 2003)
Timbulnya masalah gizi disebabkan oleh pola makan
yang salah, disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang pola makan
gizi seimbang, (Rizal, dalam Hasriany, 2005).
Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang akan dikonsumsi seseorang,
pengetahuan gizi dapat membantu seseorang untuk menggunakan pangan dengan baik,
(Suhardjo, 2003). Faktor yang dapat mempengaruhi buruknya keadaan gizi balita
adalah pola asuh yang kurang, dimana konsumsi gizi yang tidak cukup, serta
pelayanan kesehatan yang tidak memadai, (Adisasmito, 2008).
Menurut WHO (2004) memperkirakan bahwa 54% balita di
dasari oleh keadaan gizi yang jelek. Dan Indonesia menurut departemen kesehatan
(2004) pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5
juta anak balita atau sekitar (19,19%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta
anak balita gizi buruk (8,3%). Tahun 2005 berdasarkan data SUSENAS prevalensi
status gizi anak balita untuk gizi kurang sebesar 19.20% dan gizi buruk 8,8%.
Tidak ada penurunan yang berantai antara tahun 2003 dan tahun 2005, (http://www luwuutara. go.id.).
1.2 RUMUSAN MASALAH
- Apakah pengertian gizi ?
- Bagaimana sejarah perkembangan ilmu gizi?
- Bagaimana pengelompokan gizi?
- Aapakah pengertian pola makan ?
- Bagaimana faktor social yang berhubungan dengan pola makan?
- Bagaimana faktor budaya yang berhubungan dengan pola makan?
1.3
TUJUAN
Berangkat dari latar belakang di
atas, maka tujuan dari pada isi serta pembuatan makalah ini yaitu :
- Untuk mengetahui pengertian gizi
- Untuk mengetahui sejarah perkembangan ilmu gizi
- Untuk mengetahui pengelompokan gizi
- Untuk mengetahui pengertian pola makan
- Untuk mengetahui faktor social yang berhubungan dengan pola makan
- Unttuk mengetahui faktor budaya yang berhubungan dengan pola makan
2.1
MANFAAT
3.1.1
Manfaat
Praktis
1) Dapat dijadikan sebagai kontribusi pengetahuan
baik pada kalangan mahasiswa maupun kalangan umum.
2) Sebagai bahan masukan bagi kalangan pelajar
khususnya dan masyarakat pada umumnya terkait atas dampak yang dimunculkan
akibat kemajuan bioteknologi pada manusia.
3.1.2
Manfaat Akademik
1) Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan rujukan buat para penyusun makalah selanjutnya.
2) Sebagai sumbangan buat perpustakaan
kampus guna dibaca dan dipahami oleh seluruh mahasiswa-mahasiswi Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
KONSEP
DASAR GIZI
2.1.1
Pengertian Gizi
Gizi (nutrition) Istilah gizi
berasal dari bahasa Arab “Al gizza”, yang berarti makanan yang
bermanfaat
atau sari makanan (zat makanan). Proses dari
organisme (manusia) dalam menggunakan bahan makanan melalui
proses
pencernaan, penyerapan, penyimpanan metabolisme dan pembuangan
untuk
pemeliharaan hidup, pertumbuhan, funfsi organ tubuh dan produksi energy
(Habicat,
1979 dalam Rekrodikusumo, dkk, 1989).
Secara Klasik Gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh (menyediakan energi,, membangun, memelihara
jaringan tubuh, mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh.
Sekarang selain untuk kesehatan, gizi juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas kerja.
Berikut ini adalah
beberapa istilah gizi.
Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta
menghasilkan energi.
Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari
segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh.
Zat Gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan/atau unsur-unsur/ ikatan kimia yang dapat diubah
menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila
dimasukkan ke dalam tubuh.
2.1.2
Sejarah perkembangan ilmu gizi
Pendidikan tentang ilmu gizi berdiri tahun 1926, oleh Mary
Swartz Rose saat dikukuhkan sebagai profesor ilmu gizi di Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat. Pada
zaman purba, makanan penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan
pada zaman Yunani, tahun 400 SM ada teori Hipocrates yang menyatakan bahwa makanan sebagai panas yang
dibutuhkan manusia, artinya manusia butuh makan.
Pertama dipelajari oleh Antoine
Lavoisier (1743-1794). Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
penggunaan energi makanan yang meliputi proses pernafasan, oksidasi dan kalorimetri. Kemudian
berkembang hingga awal abad 20, adanya penelitian tentang pertukaran energi dan sifat-sifat bahan makanan pokok.
Sejak lama mineral telah diketahui dalam tulang dan gigi. Pada tahun 1808 ditemukan kalsium. Tahun 1808, Boussingault menemukan zat besi sebagai zat esensial. Ringer (1885) dan
Locke (1990), menemukan cairan tubuh perlu konsentrasi elektrolit tertentu. Awal abad 20, penelitian Loeb
tentang pengaruh konsentrasi garam natrium, kalium dan kalsium klorida terhadap jaringan hidup.
Awal abad 20, vitamin sudah dikenal. Sejak tahun 1887-1905 muncul
penelitian-penelitian dengan makanan yang dimurnikan dan makanan utuh. Dengan hasil: ditemukan suatu zat aktif dalam makanan yang tidak tergolong zat gizi utama dan berperan dalam pencegahan penyakit (Scurvy dan Rickets). Pada tahun 1912, Funk
mengusulkan memberi nama vitamine untuk zat tersebut. Tahun 1920, vitamin diganti menjadi vitamine dan diakui sebagai
zat esensial.
2.1.2.4
Penelitian Tingkat Molekular dan Selular
Penelitian ini dimulai tahun 1955, dan
diperoleh pengertian tentang struktur sel yang rumit serta
peranan kompleks dan vital zat gizi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel. Setelah tahun
1960, penelitian bergeser dari zat-zat gizi esensial ke inter relationship antara
zat-zat gizi, peranan biologik spesifik, penetapan
kebutuhan zat gizi manusia dan pengolahan makanan thdp kandungan zat gizi.
2.1.2.5
Keadaan Sekarang
Muncul konsep-konsep baru antara lain:
pengaruh keturunan terhadap kebutuhan gizi; pengaruh gizi terhadap perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta
daya tahan terhadap penyakit infeksi. Pada bidang teknologi pangan ditemukan :
cara mengolah makanan bergizi, fortifikasi bahan pangan dengan zat-zat gizi esensial, pemanfaatan sifat struktural bahan
pangan, dsb. FAO dan WHO mengeluarkan Codex Alimentaris (peraturan food
labeling dan batas keracunan).
2.1.3
Zat
Gizi
Zat gizi
adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan (Almatsier, 2011).
Bila
dikelompokkan, ada tiga fungsi zat gizi dalam tubuh
2.1.3.1 Memberi Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah
karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi
yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas. Ketiga zat gizi
termasuk ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar. Ketiga zat
gizi terdapat dalam jumlah paling banyak dalam bahan pangan. Dalam fungsi
sebagai zat pemberi energi, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembakar.
2.1.3.2 Pertumbuhan dan pemeliharaan Jaringan Tubuh
Protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh.
Oleh karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan
mengganti sel-sel yang rusak. Dalam fungsi ini ketiga zat gizi tersebut
dinamakan zat pembangun.
2.1.3.3 Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur
proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai
buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai
penangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat
masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam
proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta banyak proses lain
yang terjadi di dalam tubuh termasuk proses menua. Air diperlukan untuk
melarutkan bahan-bahan di dalam tubuh, seperti di dalam darah, cairan
pencernaan, jaringan, dan mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan
sisa-sisa/ekskresi dan lain-lain proses tubuh. Dalam fungsi mengatur proses
tubuh ini, protein, mineral, air, dan vitamin dinamakan zat pengatur
(Almatsier, 2001).
Dalam
melaksanakan fungsinya di dalam tubuh, zat-zat gizi saling berhubungan erat
sekali, sehingga terdapat saling ketergantungan. Gangguan atau hambatan pada
metabolisme sesuatu zat gizi akan memberikan pula gangguan atau hambatan pada
metabolisme zat gizi lainnya (Achmad, 2010).
Zat gizi
berdasarkan banyaknya yang diperlukan oleh tubuh dikeolmokkan menjadi 2, yaitu
zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (vitamin,
mineral, dan air).
2.1.3.4 Zat Gizi makro
1) Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena
merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif
murah. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui proses
fotosintesis klorofil tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk
karbohidrat dari karbon dioksida (CO2) berasal dari udara dan air (H2O)
dari tanah. Karbohidrat yang dihasilkan adalah karbohidrat sederhana glukosa.
Di samping itu dihasilkan oksigen (O2) yang lepas di udara.
Produk yang dihasilkan terutama dalam bentuk gula sederhana
yang mudah larut dalam air dan mudah diangkut keseluruh sel-sel guna penyediaan
energi. Sebagian dari gula sederhana ini kemudian mengalami polimerasi dan
membentuk polisakarida. Ada dua jenis polisakarida tumbuh-tumbuhan, yaitu pati
dan non pati.
Di negara-negara sedang berkembang kurang lebih 80% energi
makanan berasal dari karbohidrat. Menurut Neraca Bahan Makanan 1990 yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, di Indonesia energi berasal dari
karbohidrat merupakan 72% jumlah energi rata-rata sehari yang dikonsumsi oleh
penduduk. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka
ini lebih rendah, yaitu rata-rata 50%. Nilai energi karbohidrat adalah 4 kkal
per gram.
Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam 2
golongan, yaitu karbohidrat sederhana yang terdiri dari monosakarida,
disakarida, gula alkohol, dan oligosakaradi dan karbohidrat kompleks yang
terdiri dari polisakarida dan serat.
Karbohidrat mempunyai banyak fungsi, yaitu :
·
Sumber energi, fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan
energi bagi tubuh.
·
Pemberi rasa manis pada makanan, karbohidrat memberi rasa
manis pada makanan, khususnya monosakarida dan disakarida. Frukotosa adalah
gula paling manis.
·
Penghemat protein, bila karbohidrat makanan tidak mencukupi,
maka protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan
fungsi umumnya sebagai zat pembangun.
·
Pengatur metabolisme lemak, karbohidrat mencegah terjadinya
oksidasi lemak yang tidak sempurna.
·
Membantu pengeluran feses, karbohidrat membantu pengeluaran
feses dengan cara peristaltik usus dan memberi bentuk pada feses.
2) Lipida
Istilah lipida meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk
lemak dan minyak yang umum di kenal di dalam makanan, malam, fosfolipida,
sterol, dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh
manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut nonpolar,
seperti etanol, eter, kloroform, dan benzema.
Lemak mempunyai fungsi sebagai berikut:
·
Sumber energi, lemak dan minyak merupakan sumber utama
energi paling padat, yang menghasilkan 9 kkal untuk tiap gram.
·
Sumber asam lemak esensial, lemak merupakan sumber asam
lemak esensial asam linoleat dan linolenat.
·
Alat angkut vitamin larut lemak, lemak membantu transportasi
dan absorpsi vitamin lemak yaitu A, D, E, dan K.
·
Menghemat protein, lemak menghemat penggunaan protein untuk
sintesis protein, sehingga protein tidak digunakan sebagai sumber energi.
·
Memberi rasa kenyang dan kelezatan, lemak memperlambat
sekresi asam lambung dan memperlambat pengosongan lambung, sehingga lemak
memberi rasa kenyang yang lebih lama.
·
Sebagai pelumas, lemak merupakan pelumas dan membantu
pengeluaran sisa pencernaan.
·
Memelihara suhu tubuh, lapisan lemak di bawah kulit
mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat.
·
Pelindung organ tubuh, lapisan lemak menyelubungi
organ-organ tubuh.
Klasifikasi
yang penting dalam ilmu gizi menurut komposisi kimia dapat dilakukan sebagai
berikut:
a) Lipida sederhana
·
Lemak netral Monogliserida, digliserida, dan
trigliserida (ester asam lemak dengan gliserol).
·
Ester asam lemak dengan alkohol berbentuk molekul tinggi (Malam, ester sterol, ester
nonsterol, dan ester vitamin A serta ester vitamin D)
b) Lipida majemuk (compound lipids)
·
Fosfolipid
·
Lipoprotein
c) Lipida turunan
·
Asam lemak
·
Sterol
·
Kolesterol dan ergosterol
·
Hormon steroida
·
Vitamin D
·
Garam empedu
d) Lain-lain:
·
Karotenoid dan vitamin A
·
Vitamin E
·
Vitamin K
3) Protein
Istilah
protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang
didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda, Gerardus
ulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling
penting dalam setiap organisme.
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan
bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separonya
ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di
dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua
enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler
dan sebagainya adalah protein. Di samping itu asam amino yang berbentuk protein
bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan
molekuk-molekul yang esensial untuk kehidupan. Protein mempunyai fungsi khas yang
tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara
sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi lain dari protein adalah sebagai berikut:
·
Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh
·
Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh
·
Mengatur keseimbangan air
·
Memelihara netralisasi tubuh
·
Pembentukan antibodi
·
Mengangkut zat-zat gizi
·
Sumber energi
Protein
adalah makro molekul yang mempunyai berat molekul antara lain lima ribu hingga
beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang
terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen; beberapa asam amino di
samping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, sulfur, iodium, dan kobalt.
Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua
protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur
nitrogen merupakan 16% dari berat protein.
Molekul
protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul
dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya. Berat molekul
protein bisa mencapai empat puluh juta; bandingkan dengan berat molekul glukosa
yang besarnya 180. Jenis protein sangat banyak, mungkin sampai 1010-1012.
Ini dapat dibayangkan bila diketahui bahwa protein terdiri atas sekian kombinasi
berbagai jenis dan jumlah asam amino. Ada dua puluh jenis asam amino yang
diketahui sampai sekarang yang terdiri atas sembilan asam amino esensial (asam
amino yang tidak dapat dibuat tubuh dan harus didatangkan dari makanan) dan
sebelas asam amino nonesensial.
Kekurangan
protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan
protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak dibawah
lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan
kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus. Sindroma
gabungan antara dua jenis kekurangan ini dinamakan Energi-Protein
Malnutrition/EPM atau kurang energi-protein/KEP atau kurang kalori protein/KKP.
Sindroma ini merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia.
2.1.3.5 Zat Gizi Mikro
1) Vitamin
Funk dalam bukunya The Etiology of
Deficiency Disease yang diterbitkan pada tahun 1912 mengusulkan nama vitamine
untuk faktor-faktor zat aktif tersebut. Vita berarti esensial untuk untuk
kehidupan, sedangkan faktor anti beri-beri yang diduga berperan tersebut adalah
suatu ikatan amine. Pada tahun 1920 istilah vitamine diganti menjadi vitamin
karena zat-zat antifaktor tersebut ternyata tidak selalu dalam bentuk ikatan
amine. Usul perubahan nama ini datang dari Drummond, yang juga mengusulkan
pemberian nomenklatur menurut abjad. Penemuan vitamin A oleh McCollum dan Davis
pada tahun 1913 menandakan era vitamin dalam penelitian gizi. Vitamin kemudian
diakui sebagai zat gizi yang esensial untuk kehidupan dan kesehatan, yang mudah
diperoleh dari susunan makanan yang bervariasi (Almatsier, 2001).
Vitamin diberi nama menurut abjad
(A, B, C, D, E, dan K). Vitamin B ternyata terdiri dari beberapa unsur vitamin.
Penelitian-penelitian kemudian membedakan vitamin dalam dua kelompok; (1)
vitamin larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan (2) vitamin larut dalam
air (vitamin B dan C).
a) Vitamin Larut Lemak
·
Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan.
Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid
dan prekursor/provitamin A karotenoid yang mempunyai aktivitas biologi sebagai
retinol.
Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, dan mentega.
Sumber lainnya yaitu sayuran berwarna hijau tua dan buah-buahan yang berwana
kuning-jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang
panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak,
dan jeruk. Gejala-gejala mata pada defisit vitamin A disebut xeroftalmia.
·
Vitamin D
Vitamin D mencegah dan menyembuhkan riketsia, yaitu penyakit
di mana tulang tidak mampu melakukan klasifikasi. Vitamin D dapat dibentuk
tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat cukup sinar matahari
konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan. Karena dapat disintesis di
dalam tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tapi suatu prohormon.
Bila tubuh tidak mendapat cukup sinar matahari, vitamin D perlu dipenuhi
melalui makanan.
Bahan makanan yang kaya akan vitamin D ialah susu. Defisit
vitamin D memberikan penyakit rakhitis (rickets) atau disebut pula penyakit
Inggris karena mula-mula banyak terdapat dan dipelajari di negara Inggris.
·
Vitamin E
Berbagai biji-bijian merupakan sumber kaya vitamin E.
Khususnya biji yang sudah berkecambah dikenal mengandung vitamin E dalam
konsentrasi tinggi. Kekurangan vitamin E pada manusia menyebabkan hemolisis
eritrosit, yang dapat diperbaiki dengan pemberian tambahan vitamin E.
·
Vitamin K
Sumber utama vitamin K adalah hati, sayuran daun berwarna
hijau, kacang buncis, kacang polong, kol dan brokoli. Semakin hijau daun-daunan
semakin tinggi kandungan vitamin K-nya. Bahan makanan lain yang mengandung
vitamin K dalam jumlah lebih kecil adalah susu, daging, telur, serealia,
buah-buahan, dan sayuran lain. Kekurangan vitamin K menyebabkan darah tidak
dapat menggumpal, sehingga bila ada luka atau pada operasi terjadi pendarahan.
b) Vitamin Larut Air
·
Vitamin C
Pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu
sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya,
gandaria, dan tomat, vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran
daun-daunan dan jenis kol. Defisit vitamin C memberi gejala-gejala penyakit
skorbut. Kerusakan terutama terjadi pada jaringan rongga mulut, pembuluh darah
kapiler dan jaringan tulang.
·
Vitamin B
Sumber utama vitamin B adalah beras dan serealia. Defisit
vitamin B menyebabkan penyakit beri-beri.
2) Air dan Cairan Tubuh
Tubuh dapat bertahan selama
berminggu-minggu tanpa makanan, tapi hanya beberapa hari tanpa air. Air atau cairan
tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa
atau 70% dari mak (lean body mass). Angka ini lebih besar untuk anak-anak. Pada
proses menua manusia kehilangan air. Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah
75% berat badan, sedangkan pada usia tua menjadi 50%. Kehilangan ini sebagian
besar berupa kehilangan cairan ekstraselular.
Kandungan air tubuh relatif berbeda
antarmanusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak. Tubuh
yang mengandung relatif lebih banyak otot mengandung lebih banyak air, sehingga
kandungan air atlet lebih banyak daripada nonatlet, kandungan air pada
laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan kandungan air pada anak muda
lebih banyak daripada orang tua. Sel-sel yang aktif secara metabolik, seperti
sel-sel otot dan visera (alat-alat yang terdapat dalam rongga badan, seperti
paru-paru, jantung, dan jeroan) mempunyai konsentrasi air paling tinggi,
sedangkan sel-sel jaringan tulang dan gigi paling rendah.
Air mempunyai berbagai fungsi dalam
proses vital tubuh, yaitu:
·
Pelarut zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan mengangkut
sisa metabolisme
·
Katalisator dalam berbagai reaksi biologi dalam sel
·
Pelumas dalam cairan sendi-sendi tubuh
·
Fasilitator pertumbuhan atau sebagai zat pembangun
·
Pengatur suhu karena kemampuan air menyalurkan panas
·
Peredam benturan dalam mata, jaringan saraf tulang belakang,
dan dalam kantung ketuban melindungi organ-organ tubuh dari benturan.
3) Mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh
dan memegang peran penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat
sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Kalsium, fosfor,
dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dari hemoglobin dalam seldarah
merah, dan iodium dari hormon tiroksin. Di samping itu mineral berperang dalam
berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas
enzim-enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan
untuk pengatur pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa,
membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan
kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan.
Mineral digolongkan ke dalam mineral
makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh
dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari antara lain natrium, klorida, kalium,
kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur. Fungsi dari mineral makro berperan dalam
keseimbangan cairan tubuh, untuk transmisi saraf dan kontraksi otot, memberi
bentuk (struktur) kepada tulang, dan memegang peranan khusus di dalam tubuh.
Sedangkan mineral mikro dibutuhkan
kurang dari 100 mg sehari antara lain besi, seng, iodium, selenium, flour,
molibdenum, dan kobal. Jumlah mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg.
Hingga saat ini di kenal sebanyak 24 mineral yang dianggap esensial. Jumlah ini
setiap waktu bisa berubah.
2.1.4
Pangan
Semua
bahan yang dapat kita jadikan makanan disebut sebagai pangan, baik itu dari
jenis tumbuhan maupun hewan. Bahan dari tumbuhan biasa kita sebut bahan nabati,
misalnya sayuran atau buah, dan bahan dari hewan disebut juga bahan hewani,
misalnya daging.
Untuk
sampai ke masyarakat dan dapat di konsumsi, pangan mempunyai sistem pangan yang
bertujuan untuk menyalurkan secara menyeluruh bahan pangan agar penyalurannya
merata. Pangan juga mempunyai peranan untuk memperbaiki gizi masyarakat,
sehingga hubungan antara sistem pangan dan gizi sangat erat.
Sistem
pangan dan gizi mempunyai tujuan meningkatkan dan mempertahankan status gizi
masyarakat agar selalu dalam keadaan optimal. Untuk itu, sistem pangan dan gizi
melalui beberapa tahap. Pertama adalah penyediaan pangan. Untuk mencapai
keadaan yang optimal, harus disediakan pangan yang mencukupi. Penyediaan pangan
yang cukup adalah dengan produksi pangan dalam negeri oleh pihak pertanian. Masyarakat
kita yang sebagian petani harus didukung supaya hasil panen mereka mencukupi
kebutuhan pangan yang dibutuhkan. Caranya adalah dengan perlakuan pasca panen
yang baik. Tujuannya adalah supaya hasil panen bisa disimpan dengan baik dan
tidak mengalami kerusakan, sehingga mencukupi kebutuhan masyarakat.
Kedua
adalah distribusi pangan. Setelah produksi pangan yang baik dan mencukupi, hal
ini belum tentu bisa membuat masyarakat terpenuhi kebutuhan pangannya jika
distribusinya tidak baik. Distribusi pangan perlu memperhatikan aspek
transportasi, apakah transportasi sudah cukup untuk menyalurkan bahan pangan,
penyimpanan yang aman, pengolahan yang baik, pengemasan dan pemasaran yang
menyeluruh. Tujuaannya adalah agar pangan sampai kepada masyarakat secara merata.
Ketiga
konsumsi makanan oleh masyarakat dan keluarga. Hal yang harus diperhatikan
adalah jumlah dan jenis pangan yang mereka beli, bagaimana cara pemasakannya,
pembagian dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan.
Keempat
adalah penggunaan makanan oleh tubuh. Hal ini bergantung pada pencernaan dan
penyerapan serta metabolisme zat gizi.
2.1.5
Bahan makanan
Banyak
sekali bahan makanan yang bisa kita dapatkan, baik itu dipasar, supermarket
atau di kebun kita sendiri. Makanan dalam keadaan mentah disebut bahan makanan.
Sayuran mentah, buah-buahan mentah, serta daging yang belum dimasak termasuk
bahan makanan.
Bahan
makanan dibagi menjadi empat, yaitu bahan makanan pokok, bahan makanan
lauk-pauk, bahan makanan sayuran dan bahan makanan buah-buahan.
Bahan
makanan pokok adalah bahan makanan yang paling penting yang harus selalu
tersaji karena merupakan bahan yang paling banyak dikonsumsi. Bahan makanan
pokok pokok di Inonesia adalah nasi. Orang Indonesia terbiasa makan nasi, baik
itu saat sarapan, makan siang, dan makan malam. Ada istilah bahwa kalau belum
makan nasi, maka namanya belum makan. Padahal sebelumnya dia telah memakan
bubur atau soto. Berbeda dengan orang di negara lain, terutama di negara maju,
mereka bahan makanan pokoknya adalah roti atau sereal.
Bahan
makanan lauk dan pauk berasal dari lauk atau ikan atau daging. Kelompok ini
umumnya mengandung banyak protein. Bahan makanan lauk pauk bisa berasal dari
tumbuhan atau nabati, yaitu dari kacang kedelai yang diolah menjadi tempe dan
tahu, atau dari hewan atau hewani yaitu daging dan ikan.
Bahan
makanan lainnya yaitu sauran dan buah-buahan. Sudah jelas bahwa bahan makanan
ini terdiri dari berbagai macam sayur-sayuran dan buah-buahan.
2.1.6
Status gizi
Status
gizi dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Status gizi
buruk bisa disebabkan oleh malnutrisi atau kekurangan nutrisi. Kekurang ini
bisa berupa kekurangan kalori disebut marasmus, kekurangan protein disebut
kwasiorkor, dan kekurangan kalori dan protein disebut marasmus kwasiorkor.
Sedangkan status gizi kurang bisa terjadi karena kekurangan nutrisi yang tidak
terlalu parah. Status gizi yang baik adalah nutrisi terpenuhi secara maksimal
dan menghasilkan fungsi yang optimal. Sedangkan status gizi lebih disebabkan
karena konsumsi nutrisi yang melebihi batas yang diperlukan tubuh, bisa
mengakibatkan obesitas.
2.2
POLA MAKAN
2.2.1
Pengertian
Pola Makan
Pola makan
atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk Farida
Baliwati. dkk, 2004 : 69).
Santosa dan Ranti (2004 : 89) mengungkapkan bahwa
pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam
dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan
ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
Pendapat dua pakar yang berbeda-beda dapat diartikan
secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang
atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi
pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi
makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.
Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok
manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan
dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif dan
negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai
affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan
ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya
dengan kepercayaan terhadap makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive
yaitu kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Pemilihan
adalah proses psychomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan
kepercayaannya (Khumaidi, 1994).
Pola makan dapat didefinisikan sebagai cara
seseorang atau sekelompok orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsi sebagai
tanggapan pengaruh psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial (Soehardjo, 1996
2.2.2
Pola
Makan Keluarga
Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya
terhadap anak, hal ini karena di dalam keluargalah anak memperoleh pengalaman
pertama dalam kehidupannya. Dalam hal ini orang tua mempunyai pengaruh yang
kuat dalam membentuk kesukaan makan anak-anaknya, karena orang tua adalah model
pertama yang dilihat oleh anak. Hubungan social yang dekat yang berlangsung
lama antara anggota keluarga memungkinkan bagi anggotanya mengenal jenis
makanan yang sama dengan keluarga (Karyadi, 1990).
Menurut Khumaidi (1994), sikap anak terhadap makanan
dipengaruhi oleh pelajaran dan pengalaman yang diperoleh sejak masa kanak-kanak
tentang apa dan bagaimana makan. Terbentuknya rasa suka terhadap makanan
tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat
mereka makan untuk memenuhi rasa laparnya serta dari hubungan emosional antara
anak-anak dengan yang memberi mereka makan.
2.2.3
Pola Makan Remaja
Berdasarkan hasil penelitian Frank Gc yang dikutip
oleh Moehyi (1992), mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan anak
dengan ukuran tubuhnya. Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60% dari
intake kalori, sementara makanan jajanan menyediakan kalori 25%. Anak obes
ternyata akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada waktu
siang dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama. Anak sekolah terutama
pada masa remaja tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik
maupun mental serta peka terhadap rangsangan dari luar. Konsumsi makanan
merupakan salah satu factor penting yang turut menentukan potensi pertumbuhan
dan perkembangan remaja.
2.3
FAKTOR SOSIAL BUDAYA BERHUBUNGAN
DENGAN POLA MAKAN
2.3.1
Faktor-faktor Sosial Rumah Tangga
Kebutuhan makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar, di samping itu
ada kebutuhan fisiologis, seperti pemenuhan
gizi ikut mempengaruhi. Setiap strata atau kelompok sosial masyarakat mempunyai pola tersendiri dalam memperoleh, menggunakan, dan menilai makanan yang
merupakan ciri dari strata atau
kelompok sosial masing-masing (Suhardjo, 1989). Hal ini sesuai Hukum Bennet dengan adanya pembagian
strata dalam masyarakat berdasarkan
ekonomi, yaitu semakin tinggi pendapatan menyebabkan semakin beragam konsumsi jenis makanan pokok (Hardinsyah dan Suhardjo, 1987).
Lingkungan sosial memberikan gambaran jelas tentang perbedaan pola makan. Setiap
masyarakat atau suku mempunyai kebiasaan
makan berbeda sesuai kebiasaan yang dianut. Masyarakat mengkonsumsi bahan makanan tertentu yang mempunyai nilai social sesuai dengan tingkat status sosial
yang terdapat pada masyarakat tersebut.
(Suhardjo, 1989).
2.3.1.1
Tingkat Pendidikan Rumah tangga
Soekirman (2000)
mengemukakan bahwa pada bagan
penyebab
kekurangan gizi oleh Unicef 1998 tercantum bahwa. meski secara tidak langsung namun
tingkat pendidikan merupakan
salah
satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi. Dari sudut sosial ekonomi, tingkat
pendidikan ibu rumah tangga merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kesejahteraan
suatu rumah tangga.
Tingkat pendidikan
formal seorang ibu seringkali
berhubungan
positif dengan peningkatan pola konsumsi makanan rumah tangga. Hal ini
termasuk upaya mencapai status gizi yang baik pada anak-anaknya (Koblinsky, et.al,
1997). Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap
informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya
hidup sehari-hari, khususnya dalam hal
kesehatan dan gizi
(Atmarita, 2004).
2.3.1.2
Status Pekerjaan Orang Tua
Perkawinan
dan rumah tangga yang terbentuk diciptakan oleh fungsi daripada
perkawinan itu berupa dukungan ekonomis dan ikatan kasih sayang. Konsekuensinya
adalah bapak didudukkan
pada posisi dan peranan instrumental dalam arti kegiatan produktif
managerial dan publik, sedangkan ibu
didudukkan
pada posisi mengelola dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Hal tersebut
berarti bahwa terdapat pembagian kerja antara bapak dan ibu dalam
rumah tangga dan masyarakat bahwa kebiasaan bapak mencari
nafkah di luar rumah untuk memenuhi
kebutuhan hidup rumah
tangga (Indrawasih, 1997).
Kesejahteraan
rumah tangga tidak selalu bergantung pada penghasilan yang diperoleh, tetapi juga
ditentukan oleh siapa yang
mencari
nafkah dan mengontrol pengeluaran rumah tangga. Ibu dibandingkan bapak
ternyata cenderung mengalokasikan uang untuk belanja makanan rumah tangganya.
Meningkatnya penghasilan
rumah tangga yang berasal dari ibu bekerja akan memperbaiki konsumsi
makanan seluruh anggota rumah tangga
(Khomsan, 2004).
2.3.1.3
Tingkat Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan
rumah tangga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dari
pendapatan semua anggota rumah tangga dari berbagai kegiatan
ekonomi sehari-hari misalnya upah dan gaji, hasil produksi
pertanian dikurangi biaya produksi, pendapatan dari usaha rumah tangga
bukan pertanian dan pendapatan dari
kekayaaan
seperti sewa rumah, sewa alat, bunga, santunan asuransi, dan lain-lain
(Surbakti, 1995).
Berbagai
upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi pada tingkat pendapatan.
Seiring makin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan akan makanan dapat
terpenuhi. Dengan demikian
pendapatan
merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas dan kuantitas bahan
makanan. Besar kecilnya pendapatan rumah tangga tidak lepas dari jenis pekerjaan
ayah dan ibu serta tingkat
pendidikannya
(Soekirman, 1991).
Pada
rumah tangga dengan pendapatan rendah, 60-80 % dari pendapatannya
dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang digambarkan
dari persentase perubahan
kebutuhan akan makanan untuk tiap 1 % perubahan pendapatan, lebih besar
pada rumah tangga yang miskin
dibandingkan
pada rumah tangga kaya (Soekirman, 1991).
Upaya
pemenuhan konsumsi makanan yang bergizi berkaitan erat dengan daya beli rumah
tangga. Rumah tangga dengan
pendapatan terbatas, kurang mampu memenuhi kebutuhan makanan yang diperlukan
tubuh, setidaknya keanekaragaman
bahan
makan kurang bisa dijamin karena dengan uang yang terbatas tidak akan
banyak pilihan. Akibatnya kebutuhan makanan untuk tubuh tidak
terpenuhi (Apriadji, 1986).
2.3.1.4
Jumlah Anggota Rumah tangga
Anggota
rumah tangga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di
suatu rumah tangga, baik berada di rumahpada saat pencacahan maupun sementara
tidak ada. Anggota rumah
tangga yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan anggota rumah tangga
yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan pindah atau akan meninggalkan
rumah 6 bulan atau lebih,
tidak dianggap anggota rumah tangga. Orang yang telah tinggal di suatu rumah
tangga 6 bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di suatu rumah
tangga kurang dari 6 bulan tetapi berniat menetap di rumah tangga tersebut,
dianggap sebagai anggota
rumah
tangga (BPS, 2004).
Pemantauan
konsumsi gizi tingkat rumah tangga tahun 1995-1998 juga menyatakan bahwa jumlah
anggota rumah tangga yang
semakin banyak, akan semakin mengalami kecenderungan turunnya rata-rata
asupan energi dan protein per kapita per hari yang ditunjukkan dengan
prevalensi tertinggi pada rumah tangga yang beranggotakan diatas enam orang
(Latief, dkk, 2000).
2.3.2
Faktor-Faktor Budaya Rumah Tangga
Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami
masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Budaya dapat diartikan
sebagai gabungan kompleks asumsi tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan
berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota
masyarakat tertentu. Pengertian lain budaya adalah sebagai suatu pola semua
susunan baik material maupun perilaku yang sudah diadposi masyarakat sebagai
suatu cara tradisional dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya
(Moeljono, 2003). Dalam budaya juga termasuk semua cara yang telah
terorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya implisit serta
premis-premis yang mendasar dan mengandung suatu perintah (Winarno, 1987).
2.3.2.1
Kepercayaan masyarakat
Pada masyarakat tertentu terdapat suatu pemeo
artinya makin tinggi tingkat keprihatinan seseorang makin bahagia dan makin
tinggi taraf sosial yang dapat dicapainya. Keprihatinan ini dapat dicapai
dengan “tirakat” yaitu suatu kepercayaan melakukan kegiatan fisik dan
mengurangi tidur, makan dan minum atau berpantang melakukan sesuatu.Upacara
agama atau merupakan bagian dari bentuk-bentuk kebudayaan
di daerah pedesaan, dan malahan juga di kota-kota. Misalnya pada permulaan
mendirikan suatu bangunan baru ataupun sebuah rumah baru, selalu dirayakan
sebagai upacara peletakan batu pertama yang diikuti dengan selamatan. Upacara
selamatan lainnya dilakukan pada waktu pemasangan kasau yang pertama dan pada
waktu bangunan selesai. Pada waktu upacara-upacara ini tergantung dari
kemampuan tuan rumah, maka dipotong kambing, sapi atau kerbau dan kepalanya dikuburkan
pada tempat yang khusus sebagai korban untuk menyenangkan roh-roh menurut
kepercayaan berdiam di daerah tersebut (Suhardjo, 1989).
2.3.2.2
Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan tersebut sebagian besar berasal daripenglihatan dan pendengaran.
Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya berisi materi yang ingin
diukur dari responden (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan seseorang biasanya
diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya
media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster,
kerabat dekat dan sebagainya (Notoatmojo, 2003), bisa juga melalui proses
pembelajaran seperti penyuluhan, pelatihan atau kursus (Istiarti, 2000).
Pengetahuan dapat membantu menjelaskan
aspek-aspek penting di dunia dan meramalkan terjadinya peristiwa-peristiwa
(Worsley , 2000).
Pengetahuan
gizi memegang peranan sangat penting dalam menggunakan makanan
yang baik sehingga dapat mencapai
keadaan
gizi yang cukup. Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga
berpengaruh pada jenis bahan makanan
yang
dikonsumsi rumah tangga sehari-hari. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari
pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pengetahuan gizi
memegang peranan sangat penting dalam menggunakan makanan dengan tepat,
sehingga dapat tercapai keadaan
dan status gizi yang baik (Suhardjo, 1989).
2.3.2.3
Fungsi Sosial Makanan
1)
Fungsi religi atau magis
Banyak simbol religi
atau magis yang dikaitkan pada
makanan.
Dalam agam Islam, kambing sering dikaitkan dengan upacara-upacara penting
dalam kehidupan, seperti padaupacara selamatan bayi baru lahir, atau pada
khitanan. Dalam agama
Katolik, anggur diibaratkan darah Kristus dan roti tubuhnya. Pada
masyarakat Jawa pada berbagai upacara selamatan dihidangkan nasi tumpeng atau
nasi kuning (Almatsier,
2001).
2)
Fungsi Komunikasi
Makanan merupakan media
penting dalam upaya manusia
berhubungan satu sama lain. Di dalam rumah tangga kehangatan hubungan
antar anggotanya terjadi pada waktu
makan
bersama. Begitupun di antara rumah tangga besar diupayakan pertemuan
secara berkala dengan makan untuk
memelihara
dan mempererat hubungan silaturahmi. Antar tetangga, sering
dilakukan tukar menukar makanan (Almatsier,2001).
Dalam bisnis,
kesepakatan sering diperoleh dalam suatu jamuan makan di restoran atau di tempat
makan lain. Pestapesta makan
sering diselenggarakan untuk menghormati seseorang, sekelompok orang atau untuk
merayakan suatu peristiwa
penting. Banyak waktu dan uang digunakan untuk mengusahakan agar
makanan yang disajikan memenuhi selera tamu yang diundang (Almatsier, 2001).
2.3.2.4
Preferensi Makanan
Manusia
makan untuk kenikmatan. Kesukaan akan makanan berbeda dari satu
bangsa ke bangsa lain, dan dari daerah/suku ke daerah /suku lain. Di
Indonesia, kesukaan makanan antar
daerah/suku
juga banyak berbeda. Makanan di Sumatra, khususnya di Sumatra Barat lebih pedas
daripada makanan di Jawa,
khususnya Jawa Tengah yang suka makanan manis. Secara umum makanan
yang disukai adalah makanan yang
memenuhi
selera atau citarasa/inderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu
dan tekstur (Almatsier, 2001). Hasil
penelitian
Drewnowski (1999) menyebutkan ada hubungan yang siginifikan preferensi
makanan dengan frekuensi makan pada
wanita.
Ada
tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi makanan, yaitu : karakteristik
individu, karakteristik makanan, dan
karakteristik
lingkungan. Suatu model atau kerangkan pemikiran diperlukan untuk
menelaah konsumsi makanan kaitannya dengan berbagai karakteristik
tersebut, serta hubungan antar karakteristik itu sendiri (Sanjur,
1982).
2.3.3
Ketersediaan
Bahan Makanan
Ketersediaan makanan adalah suatu kondisi dalam
penyediaan makanan yang mencakup makanan dan minuman tersebut berasal apakah
dari tanaman, ternak atau ikan bagi rumah tangga dalam kurun waktu tertentu.
Ketersediaan makanan dalam rumah tangga dipengaruhi antara lain oleh tingkat
pendapatan (Baliwati dan Roosita,2004).
Ketersediaan makanan terkait dengan usaha produksi,
distribusi dan perdagangan makanan. Ketahanan pangan di tingkat mikro dinilai
dari ketersediaan dan konsumsi makanan dalam bentuk energi dan protein per
kapita per hari (Suryana, 2004)
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Memandang kebiasaan makan merupakan kompleks
keseluruhan dari aktifitas yang berhubungandengan dapur, kegemaran, dan ketidaksukaan
pada suatu jenismakanan, pepatah-pepatah rakyat, kepercayaan, larangan-larangan dan takhyul yang
berhubungan dengan produksi, persiapan pengolahan makanan dan konsumsi makan
sebagai kategori pokok
dari
kebudayaan (Anderson, 1978).
Kebiasaan makan pada kelompok yang didasarkan status hubungan rumah tangga
mempengaruhi distribusi makanan kepada anggota kelompok, yang menyangkut mutu
dan jumlah makanan. Distribusi makanan didasarkan pada status hubungan antar
anggota rumah tangga dan bukan atas pertimbangan-pertimbangan kebutuhan gizi
(Khumaidi, 1994).
Makanan yang sering dimakan oleh sekelompok
masyarakat mungkin berbeda dengan makanan yang biasa dimakan kelompok masyarakat
lain. Tetapi makanan yang dimakan oleh anggotaanggota satu kelompok masyarakat
umumnya tidak banyak berbeda.
Pola makan (food pattern) adalah kebiasaan memilih
dan mengkonsumsi bahan makanan oleh sekelompok individu. Pola makan dapat
memberi gambaran mengenai kualitas makanan masyarakat (Suparlan, 1993).
Pola makan pada dasarnya merupakan konsep budaya bertalian
dengan makanan yang banyak dipengaruhi oleh unsur social budaya yang berlaku
dalam kelompok masyarakat itu, seperti nilai sosial, norma sosial dan norma
budaya bertalian dengan makanan, makanan apa yang dianggap baik dan tidak baik
(Sediaoetama, 1999).
Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap
kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu menurut Koentjaraningrat
meliputi apa yang dipikirkan, diketahui dan dirasakan menjadi persepsi orang
tentang makanan dan apa yang dilakukan, dipraktekkan orang tentang makanan.
Kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh lingkungan (ekologi, kependudukan,
ekonomi) dan ketersediaan bahan makanan. Pola konsumsi makan yang dipengaruhi kebiasaan
makan memiliki hubungan yang erat dengan status gizi.
3.1 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, kami berharap dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca. Kami menyadari banyak sekali
kekurangan. Untuk itu kami mohon saran dan kritik yang membangun
DAFTAR
PUSTAKA
Wahida
Y. Mapandin.2006. Hubungan Faktor-Faktor Sosial
Budaya Dengan
Konsumsi
Makanan Pokok Rumah Tangga Pada Masyarakat Di Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya
Tahun 2 005. Universitas Diponogoro.
Semanrang
No comments:
Post a Comment